Minggu, 06 Oktober 2019

Jangan Merendahkan Pekerjaan Penjaga Jalan Lintasan Kereta Api



Agung sedang melaksanakan tugasnya sebagai PJL.

BEKASI, UNSIKANEWS-Setiap kali kereta api melewati lintasan sebidang, Penjaga Jalan Lintasan (PJL) selalu siaga menyalakan alarm dan menutup palang pintu lintasan kereta api. Tujuannya tak lain agar pengendara kendaraan bermotor tidak melintas selama kereta api melewati lintasan demi keselamatan mereka. Selama 24 jam, para PJL bekerja bergantian demi menjaga perlintasan kereta tersebut.
   Salah satunya adalah seorang PJL di Stasiun Bekasi, tepatnya di Jl. Ir. H. Juanda Kelurahan Marga Mulya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi. Agung (32) sudah menjadi PJL selama tiga tahun. Awalnya ia melamar pekerjaan saat sedang dibutuhkannya PJL untuk menjaga lintasan. Ia berasal dari Garut, dan kini tinggal di Cikampek. Ia berangkat kerja dari Garut ke Bekasi dengan menggunakan kereta api. Ia mempunyai dua anak, satu laki-laki dan satu perempuan.
   Agung menjelaskan, shift dalam menjaga lintasan ini dibagi menjadi tiga, yaitu untuk pagi pada pukul 07.00 – 15.00, untuk sore pukul 15.00 – 23.00, dan untuk malam pukul 23.00 – 07.00. “Untuk pergantian shift-nya biasanya dua hari sekali, karena kalau tiap minggu atau tiap bulan saya bisa jenuh, menghadapi perlintasan yang ramai begini saya bisa stress. Apalagi untuk kereta prioritas, saya sering menghadapinya, karena kereta tersebut tidak boleh tertahan, harus jalan terus.” Ujarnya.
   “Untungnya disini belum pernah ada yang kecelakaan, dan jangan sampai pernah, karena kalau terjadi kecelakaan ribet di sayanya. Jika memang karena kelalaian saya, saya akan dipidana. Satu kepala yang kecelakaan itu lima tahun pidana, jadi misalkan satu angkot yang kecelakaan, hitung saja ada berapa orang di dalam dikali lima tahun. Tapi jika bukan dari kelalaian saya, memang tidak dipidana, namun saya terkena BAP (Berita Acara Pidana) dan itu berlarut-larut, diintrogasi polisi, dicari mana yang benar dan mana yang salah. Intinya dicari kebenarannya.” Ungkapnya menambahkan.
   Setiap pos PJL sudah mempunyai jadwal kereta yang akan lewat, disertai dengan komunikasi antara PPKA (Pemimpin Perjalanan Kereta Api) dan petugas PJLnya sendiri. Termasuk komunikasi dengan pos-pos pintu sebelah dengan memakai telepon. “Kalo HT (Handy Talky) hanya untuk lingkungan sekitar sini saja, untuk PKD (Petugas Keamanan Dalam) yang membantu saya.” Jelasnya.
   Namun jika ada kereta yang datangnya telat, akan diberitahu lewat pemberitahuan dari PPKA di stasiun, jadi Agung selalu mencatat jika ada jadwal kereta yang telat atau jika ada kereta tambahan yang akan lewat. Dalam melaksanakan tugasnya, Agung dibantu oleh alat pemberitahuan. Alat ini selalu dikontrol setiap harinya oleh pihak kereta api agar tidak rusak. Karena jika rusak akan sangat menyulitkannya. Ia menjelaskan, biasanya yang rusak hanya palangnya saja. Jika rusak, ia memakai palang forbodden yang biasanya ada di setiap perlintasan.
   Perlintasan tempat bekerja Agung ini termasuk 10 perlintasan terpadat se-Jabodetabek. “Jadi memang lumayan rumit mengaturnya. Tergantung dari pengguna jalannya sendiri. Seharusnya kan peraturan dari Dirjen (Direktur Jendral) KAI itu setelah mendengar sirine berbunyi mereka harus berhenti. Namun terkadang pengguna jalan ketika mereka mendengar sirine berbunyi bukannya berhenti malah nambah kecepatan. Mereka merelakan diri mereka tertabrak daripada mereka menunggu beberapa menit demi keselamatan. Ya tidak bisa kita pungkiri, inilah Indonesia.” Ungkapnya.
   Sebagai petugas PJL, Agung menjelaskan “haram” hukumnya untuk membuat kesalahan sedikitpun. Karena ketika diklat (pendidikan latihan), ia diajarkan dan didoktrin untuk tidak boleh membuat kesalahan. Biasanya kesalahan terkecil dan paling fatal dari PJL adalah lupa. Maka dari itu, setiap tiga atau enam bulan sekali selalu diadakan diklat, untuk sertifikasi atau untuk mengingat kembali pelajaran yang sudah lalu. Jadi di kereta api khususnya PPKA, PAP (Pengawas Peron), dan PJL “haram” hukumnya untuk lupa.
   Selama menjalankan tugas sebagai PJL, Agung tidak menggunakan alat pemberitahuan otomatis. Alat pemberitahuan ini dibagi menjadi tiga setelan, yaitu otomatis, semi-otomatis, dan manual. Ia menjelaskan, di lintasan yang ia jaga dengan ramainya kendaraan bermotor yang melintas tidak bisa dipakai alat otomatis ataupun semi-otomatis, karena ketika memakai otomatis, jika ada kereta melintas alarm akan berbunyi sendiri dan palang pintu juga turun sendiri. Jadi jika ada kendaraan yang terjebak di dalam tidak bisa keluar. Begitupun semi-otomatis, bedanya hanya palang pintu tidak menutup secara otomatis, namun untuk menaikkan palang pintunya otomatis naik sendiri. Sedangkan di tempat Agung menjaga lintasan, ia sering melayani kereta lebih dari tiga, sehingga jika memakai semi-otomatis, orang yang melintas akan komplain karena terlalu lama ditutup.
   Agung belum berstatus sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil). “Kita disini tergantung pengabdian. Semakin lama kita mengabdi di kereta api, semakin kita dekat menuju PNS. Namun setahu saya 2013 kesini statusnya bukan PNS karena sekarang BUMN ini persero, lebih ke PT (Perseroan Terbatas). Kalau kesempatan diangkat PNS masih ada, setiap pegawai yang mengabdi masih ada kesempatan. Nantinya setiap beberapa tahun ada tes internal. Kita tetap bisa ikut tes tersebut sama seperti yang lain, namun perbedaannya kita direkomendasikan dari kereta api.” Paparnya.
   “Kalau dibilang berat ya memang berat pekerjaan ini. Namun orang-orang hanya memandang sebelah mata. Mereka sering menganggap sepele, hanya duduk, merokok, minum kopi. Namun dibalik tanggung jawabnya itu ya ada pidana di belakang kita yang ngintilin.” Jelasnya. Agung memang harus terus standby di pos, ia tidak diizinkan untuk meninggalkan pos selama jam kerja. Ia hanya boleh berada di 100 meter ke depan dari pos, 100 meter ke belakang, dan 100 meter ke samping kiri dan kanan. Tidak boleh lebih dari itu, selama masih mendengar suara telepon diperbolehkan berkeliling. “Kalau mau ke toilet atau sholat juga harus mencari jam kosong. Itupun juga harus izin dulu ke PPKA. Dibilang ribet ya memang ini tugas kita. Jangankan ke toilet, makan saja terkadang setengah jam baru selesai, sedang makan satu suap sudah ada kereta lagi.” Tambahnya.
   Agung juga menjelaskan alasan mengapa ketika kereta melintas selalu membunyikan klakson. Hal itu menandakan kereta meminta perhatian. “Jadi di kita ada namanya semboyan 35. Setiap kereta yang lewat pasti membunyikan klakson, perhatian bahwa ini lho ada kereta yang mau lewat. Dan saya pun harus nunjuk, namanya tunjuk sebut. Jadi di awal dan di akhir kereta kita tunjuk. Untuk lokomotif kereta itu namanya semboyan 20. Di ujung paling belakang kereta itu ada besi merah kalau siang. Kalau malam lampu warna merah dan hijau itu semboyan 31. Itu wajib kita tunjuk. Sugestinya untuk memastikan bahwa semboyan itu ada. Itupun juga sudah diterapkan di negara lain, seperti Jepang.” Jelasnya.
   Ketika ditanya suka dan duka dalam menjalani pekerjaan ini, Agung menjawab tidak ada sukanya. Ia hanya suka saat mendapatkan gaji saja. Dukanya pun ia paparkan sangat banyak, hampir setiap hari ia rasakan, salah satunya adalah ia sering mendapat makian dari orang-orang yang melintas, dikarenakan ia menutup palang pintu terlalu lama, padahal masih banyak kereta yang mau melintas, dan ketika ia tidak menutup palang pintu juga dicaci maki, padahal masih ada kendaraan di dalam lintasan. “Bahasa binatang keluar, sering dicaci maki, kadang diteriakin, kita dimaki-maki sama mereka, itu udah makanan sehari-hari. Apalagi kebetulan lintas padat begini, itulah makanannya.” Ungkapnya.
   Agung berharap, pekerjaan yang ia lakukan saat ini semakin maju, baik itu dari segi pemasukan gaji maupun tunjangan. Ia ingin pekerjaannya lebih diperhatikan dan dihargai, karena selama ini pekerjaan tersebut dipandang rendah, pegawainya pun diibaratkan pegawai paling rendah di mata masyarakat, khususnya orang-orang yang melintas. “Boleh dibilang rendah. Cuma ya resikonya seperti ini. Berat sekali tanggung jawabnya.” Ujarnya. (NQ)


DOKUMENTASI


                                                                                                                                                      






Tidak ada komentar:

Posting Komentar