Virus Corona atau yang kini dinamakan
COVID-19 sudah menjadi fenomena global. Banyak yang mengaitkannya dengan dampak
pada ekonomi dunia. Dibalik hal tersebut, tidak hanya negara-negara seperti
Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, Indonesia pun juga terkena imbasnya.
Terlebih lagi, kebutuhan ekspor dan impor Indonesia sangat bergantung pada
negara China, dimana di negara tersebutlah virus itu berasal.
Indonesia sering melakukan kegiatan
impor dari China dan China merupakan salah satu mitra dagang terbesar
Indonesia. Cina juga merupakan salah satu penyumbang wisatawan terbesar
Indonesia. Adanya virus Corona yang terjadi di China menyebabkan perdagangan
China memburuk. Hal tersebut berpengaruh pada perdagangan dunia termasuk di
Indonesia. Penurunan permintaan bahan mentah dari China seperti batu bara dan
kelapa sawit akan mengganggu sektor ekspor di Indonesia yang dapat menyebabkan
penurunan harga komoditas dan barang tambang.
Rantai pasok bahan baku industri
manufaktur Indonesia mulai menipis lantaran produsennya di China tidak
beroperasi. Pemerintah China sendiri melarang warganya melakukan kegiatan di luar
rumah hingga 8 Maret 2020. Dengan begitu, produksi bahan baku yang diimpor ke
banyak negara termasuk ke Indonesia pun terganggu. Terlebih lagi terdapat
larangan penerbangan pesawat dari China ke Indonesia dan begitupun sebaliknya.
Berikut adalah data neraca perdagangan
Indonesia ke China per Januari 2020 dari Badan Pusat Statistik (BPS).
1.
Ekspor merosot 12,07% menjadi USD 2,24 miliar.
Penurunan yang sangat signifikan terjadi pada ekspor minyak dan gas (migas) dan
non-migas.
2.
Impor turun sebesar 2,71% menjadi USD 4 miliar.
Penurunan yang paling besar terjadi pada komoditas buah-buahan, seperti apel
dan anggur. Hal inilah yang menyebabkan harga apel, anggur dan buah yang lain
di pasaran melonjak tinggi.
Wabah virus corona di China juga berdampak
pada perdagangan pertanian Indonesia. Selama ini ekspor minyak kelapa sawit
merupakan salah satu kontributor ekspor terbesar ke China. Namun bulan Februari
2020, realisasinya hanya mencapai 84.000 ton. Angka ini sangat jauh jika
dibandingkan dengan realisasi di bulan sebelumnya yaitu Januari 2020 sebesar 487.000
ton dan pada periode yang sama tahun 2019 yang mencapai 371.000 ton
(finance.detik.com, 17 Februari 2020).
Dari sisi impor pangan, Indonesia yang
memiliki ketergantungan bawang putih dari China, hanya dapat mengimpor bawang
putih dari China sebesar 23.000 ton pada Februari 2020. Angka ini turun drastis
jika dibandingkan dengan impor tahun sebelumnya yang mencapai 583.000 ton
(finance.detik.com, 17 Februari 2020).
Penurunan harga komoditas dan barang
tambang akan berdampak kepada penurunan pendapatan pekerja di sektor tersebut.
Karena ekonomi kita masih tergantung pada komoditas dan barang tambang, maka
daya beli akan menurun. Jika daya beli menurun, maka tidak ada insentif bagi
pengusaha untuk meningkatkan investasinya.
Jika kita lihat di beberapa pasar
tradisional, harga bahan-bahan pangan melonjak naik, akibatnya para pedagang di
pasar memutuskan untuk tidak lagi menjual bahan pangan tersebut. Bahan pangan
yang harganya melonjak naik seperti bawang bombai dengan harga Rp 250 ribu
per/kg yang padahal awalnya hanya Rp 8 ribu per/kg. Selain itu, harga cabai
rawit merah juga melonjak dengan harga Rp 50 ribu per/kg yang awalnya hanya Rp
25-30 ribu per/kg.
Harga telur ayam negeri pun ikut naik.
Telur yang biasanya dijual dengan harga Rp 24 ribu per/kg kini menjadi Rp 38
ribu per/kg. Kenaikan bahan pangan ini diperkirakan karena adanya virus corona
yang sudah menyerang masyarakat Indonesia.
Tidak hanya bahan pangan saja,
alat-alat perlindungan diri seperti masker dan hand sanitizer juga ikut melonjak karena terjadinya kepanikan di
masyarakat. Jika dilihat di online shop, harga kedua barang tersebut naik berkali-kali
lipat dari harga normal.
Dampakpun
juga dirasakan di bidang pendidikan. Semua sekolah di Jakarta, Jawa Barat,
Banten dan berbagai wilayah lain baik itu TK, SD, SMP, SMA hingga perkuliahan
diliburkan sementara selama dua minggu. Para ASN dan beberapa karyawan swasta
pun diizinkan untuk bekerja dari rumah tanpa harus pergi ke kantor. Hal ini
dilakukan untuk mengantisipasi penyebaran virus yang semakin hari semakin
meningkat. Masyarakat dihimbau untuk tidak keluar rumah jika tidak ada
kepentingan yang mendesak. Hal ini juga menyebabkan angka produktivitas menjadi
menurun, dan minat beli masyarakat menjadi rendah sehingga berakibat pada
perputaran keuangan di Indonesia.
Bank
Indonesia (BI) mengakui dampak virus korona mulai terasa ke perekonomian
Indonesia. Dampak itu bahkan bukan hanya dirasakan sektor riil, tapi juga
industri keuangan dalam negeri. Kondisi ini terjadi karena aliran modal asing
yang masuk Indonesia menjadi tertunda.
Aliran
modal asing yang tersendat membuat pasar keuangan dan pasar saham anjlok. Tak
hanya itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga terus terkoreksi karena
virus korona. Virus ini berdampak ke sektor riil, pariwisata, investasi,
perdagangan, dan sekarang keuangan. (NQ)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar